Tuesday, December 09, 2008

Acara "pembacaan"

Tadi malam saya mengantarkan Ibu saya pergi berbelanja barang kebutuhan untuk acara "pembacaan" yang akan dilakukan oleh kakak saya yang sedang mengikuti pendidikan dokter spesialis di suatu universitas negeri di Makassar. Saya lihat ibu membeli sekitar 3 jenis barang tapi dalam kuantitas yang cukup banyak dan total belanjaan mencapai ratusan ribu. Di mobil dalam perjalanan pulang, saya berbincang-bincang dengan ibu saya, dan dari situ saya mengetahui bahwa barang yang dibeli tadi adalah untuk konsumsi 60 orang yang akan hadir dalam acara "pembacaan" kakak saya.

Saya lalu bertanya, apakah menyediakan konsumsi seperti ini adalah sesuatu kewajiban bagi mahasiswa? Mengingat ini bukan kali pertama kakak saya melakukan acara "pembacaan" dan saya juga sering mendengar dari orang-orang lain tentang acara "pembacaan" ini. Beberapa tahun lalu, kakak saya juga pernah melakukan "pembacaan" dan waktu itu ibu memesan beberapa puluh nasi dos dan juga menghabiskan biaya yang tidak sedikit (untuk ukuran kantong saya). Ibu saya lalu mengatakan bahwa sebenarnya hal ini bukanlah suatu kewajiban tapi sudah menjadi kebiasaan. Lebih lebih katanya, yang masuk jurusan kedokteran sudah pasti adalah orang2x yg "berkecukupan" dari segi ekonomi sehingga hal seperti ini dirasa tidak terlalu masalah. Hmm...

Sepengetahuan saya, konsumsi yang biasa disediakan untuk kegiatan "pembacaan" ini adalah konsumsi yang cukup berkelas (menurut ukuran saya), jadi bukan konsumsi ala kadarnya yang bisa kita temui di kantin-kantin kampus ataupun warung atau toko-toko kue biasa. Otomatis untuk menyediakan konsumsi yang agak berkelas itu, harus merogoh kocek yang tidak sedikit.

Saya lalu berpikir, bagaimana dengan mahasiswa yang tergolong pas-pasan ekonominya, tentu hal seperti ini sungguh menjadi beban baginya. Tapi kembali lagi saya teringat apa yang dikatakan ibu saya bahwa para mahasiswa yang masuk kedokteran, sudah pasti ekonominya sangat berkecukupan. Oke, saya terima kenyataan bahwa memang hal ini sudah menjadi kebiasaan yang turun temurun di lingkungan pendidikan tempat kakak saya. Tapi bagaimanapun sebagai lembaga pendidikan, harusnya pihak kampus bisa menyadari hal ini sejak dulu dan mulai mengurangi kebiasaan ini. Tidak boleh menggunakan alasan "sudah menjadi kebiasaan" ataupun alasan karena ekonomi para mahasiswa-nya berkecukupan, maka hal ini dibiarkan saja. Memang mungkin para mahasiswa tidak ada yang protes atau keberatan, tapi hal ini tidak mendidik, apalagi kondisi masyarakat kita yang masih banyak orang kelaparan dan kurang gizi. Lembaga pendidikan harusnya mampu mengajari dan memberi contoh kepada para didikannya, bukan hanya materi-materi akademik yang menjadi subjek/jurusan/konsentrasi para anak didik, tapi juga memberi contoh untuk perilaku dan akhlak yang baik serta kepedulian sosial. Contoh praktisnya untuk kasus "pembacaan" ini misalnya, dosen bisa menghimbau kepada para mahasiswa bahwa konsumsi tidak wajib disediakan, dan kalaupun ada yang mau menyediakan, silahkan yang ala-kadarnya saja, toh yang hendak diberi makan bukanlah orang kelaparan, maka jangan terlalu menghambur-hamburkan uang untuk menyediakan konsumsi, lebih baik berhemat saja, atau kalau ada uang lebih silahkan sumbangkan ke kampus guna keperluan penyelenggaraan pendidikan, atau membantu orang2x yang membutuhkan, atau teman2x mahasiswa lain yang lebih membutuhkan (mengingat masih banyak mahasiswa2x dari daerah yang setiap bulannya mendapat kiriman dana yang sangat pas-pasan). Hehe... saya cukup bersyukur karena selama masa kuliah saya berteman dengan banyak orang dari berbagai kalangan, melihat beragam sisi kehidupan yang berbeda-beda mulai dari teman2x kos yang sangat pas-pasan (kalau bukan kurang) ekonominya, hingga melihat anak2x orang kaya yang tinggal di apartemen mewah dan mengendarai mobil jaguar ketika pergi kuliah.


"Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan." Pramoedya A. Toer (Bumi Manusia; Jean Marais, hal 52)


PRT diduga disiksa polisi

Seminggu yang lalu saya membaca berita di harian Kompas (http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/12/02/01102378/diduga.mencuri.laptop.prt.dianiaya.polisi), tentang seorang perempuan pembantu rumah tangga (PRT), Nanik, di Makassar yang dilaporkan oleh majikannya ke Polisi karena diduga mencuri laptop dan telepon genggam milik majikannya. Di kantor polisi, sang PRT pun mendapat siksaan dari polisi agar mau mengakui tindakan pencurian yang dituduhkan kepadanya.

Berita penyiksaan seperti ini sebenarnya bukan hal baru di republik kita. Tapi kali ini saya singgung karena kebetulan terjadi di Makassar, yang menjadi tempat tinggal dan basis utama kerja saya saat ini. Saya cukup kaget dan hanya bisa mengurut dada membaca berita tersebut. "Hebat" sekali para polisi tersebut, bukannya menggunakan akal pikiran dan mengedepankan cara-cara pemeriksaan yang benar, tapi hanya mengandalkan otot.

Sepengetahuan saya, untuk menjadi seorang polisi seseorang harus cukup pintar secara akademis. Kalau saya tidak salah ingat, hal ini ditunjukkan dengan adanya syarat bagi para siswa lulusan SMU yang hendak melamar jadi polisi, maka siswa pelamar tersebut harus dari jurusan IPA. Dengan asumsi "pintar secara akademis" maka seharusnya lulusan kepolisian juga pintar dalam mengetahui tindakan atau akhlak mana yang benar dan mana yang salah. Tapi sepertinya kita lebih banyak mendengar tentang perilaku polisi yang sesukanya menyiksa "korban"-nya untuk mendapatkan pengakuan agar suatu kasus cepat selesai. Sepertinya "kepintaran" yang semula dimiliki oleh calon-calon polisi ini berangsur-angsur hilang setelah menjadi polisi. Hmm... apakah ada yang salah dengan cara mereka dididik menjadi polisi? Entahlah.

Kembali ke soal PRT tadi, bukannya mencoba membuktikan apakah si PRT memang betul mencuri laptop dan telepon genggam, polisi malah memaksa agar si PRT mau mengakui tuduhan yang ditimpahkan kepadanya:

"Sabtu sekitar pukul 01.00, penyidik memindahkan tempat pemeriksaan. ”Tiga orang berpakaian preman membawa saya ke ruangan lain. Tangan saya diborgol ke belakang dan wajah saya dikerudungi kain sarung. Saya kemudian disuruh berbaring di lantai, sementara hidung saya dipasangi selang. Selang itu selanjutnya dialiri air. Saya tersedak dan meminum banyak air. Dalam kondisi seperti itu, saya dipaksa mengaku mencuri. Pinggang kiri saya ditendang, kata Nanik.

Sekitar pukul 04.00 penyiksaan dihentikan. ”Saya lalu disuruh cap tiga jari di atas berkas polisi. Saya tidak tahu isinya karena saya tidak bisa membaca. Polisi juga tidak membacakan isinya,” kata ibu empat anak itu."

Polisi baru mau melepaskan Nanik setelah suaminya memohon kepada majikan Nanik untuk datang ke kantor polisi tempat Nanik ditahan. Luar biasa, kalau memang Nanik benar diduga keras terlibat pencurian, maka seharusnya polisi tetap menahannya dengan mengemukakan alasan-alasan yang rasional. Tapi dengan model seperti ini, tentu semakin menguatkan dugaan kita semua bahwa para polisi tersebut hanya bisa menyiksa Nanik guna memperoleh pengakuan tanpa memedulikan apakah cukup bukti untuk menyatakan Nanik bersalah atau tidak.

Menulis cerita ini saya jadi ingat suatu lelucon tentang BIN (Badan Intelijen Negara), TNI, dan Polri: Suatu ketika diadakan lomba untuk membandingkan kemampuan BIN, TNI, dan Polri dalam mengusut suatu kasus. Panitia lomba lantas melepaskan seekor tikus ke tengah hutan dan memberi tugas kepada ketiga kelompok tersebut untuk mencari tikus yang dilepas tadi. Yang pertama masuk hutan adalah BIN. Setelah beberapa jam di dalam hutan, personel BIN pun keluar dan mengatakan kepada panitia bahwa tidak ada tikus, hal itu hanyalah isu belaka dan tidak benar :D Berikutnya giliran TNI yang masuk ke hutan. Begitu masuk, TNI langsung memporak porandakan hutan, dan kemudian membakarnya hingga habis. Seluruh makhluk terpanggang di dalamnya. Mereka pun keluar dengan bangga dan mengatakan kepada panitia bahwa tikus sudah ditemukan, dan tentu saja dalam kondisi sudah menjadi bangkai ;p
Giliran terakhir adalah Polri. Beberapa anggota polisi pun diutus untuk masuk ke dalam hutan. Baru 5 menit masuk, tiba-tiba mereka sudah keluar. BIN, TNI, dan panitia lomba kaget bukan main sebab sangat cepat. Salah seorang dari polisi tersebut terlihat memegang seekor kelinci yang nampak ketakutan dan berteriak-teriak "ampun...! ampun.. ! saya mengaku... saya mengaku... saya tikus"
hihihi.... =p



"Kalau kemanusiaan tersinggung, semua orang yang berperasaan dan berpikiran waras ikut tersinggung, kecuali orang gila dan orang yang memang berjiwa kriminil, biar pun dia sarjana." - Pramoedya A. Toer (Anak Semua Bangsa, 390)


My first C book

C Programming Guide C Programming Guide by Jack J. Purdum


My review


rating: 4 of 5 stars
Seingat saya ini adalah buku pemrograman bahasa C yang puaaling pertama saya baca, bahkan sebelum perkuliahan saya yg menggunakan bahasa C dimulai. Sekitar tahun 2000 saya membeli buku ini, di Makassar, dan penerbitnya (utk edisi Indonesia) adalah Erlangga.

Buku ini sangat bagus dalam menjelaskan bahasa C, terutama bagi pemula. Buku ini berbeda spt buku2x programming pada umumnya yg bahasannya hanya seputar syntax, deklarasi tipe data, struktur kontrol, dan contoh2x program yg basbang. Buku ini menjelaskan banyak konsep dan pengetahuan yg tersembunyi tentang bahasa C, yang mencerminkan sang penulis (DR. Jack Purdum) bukanlah seorang penulis buku programming dadakan, dan pengetahuannya akan dunia pemrograman saya acungi jempol.

Buku ini tidak terlalu tebal, tapi tidak juga tipis (spt buku pemrograman yg kurang gizi). Bagi para pencinta bahasa C, saya rasa mereka pasti menghargai isi dari buku ini. Sekarang saya belum pernah lagi menjumpai buku C ini di toko2x buku modern, mungkin karena sudah tidak diterbitkan lagi?

View all my reviews.

Sunday, November 30, 2008

Model Peran

Kembali postingan saya kali ini adalah hasil copas (copy & paste) dari harian Kompas (http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/11/30/0246079/model.peran) , tentang pandangan orang terhadap suatu penampilan. Happy reading :)

Model Peran
Samuel Mulya

Beberapa waktu lalu, saya merasa dilecehkan oleh seorang satpam di salah satu stasiun televisi nasional meski saya yakin petugas satpamnya tak bermaksud melecehkan saya. Mungkin dia tak mengerti, atau memang ia sudah memiliki standar yang dipercayai benar adanya.

Ceritanya begini. Suatu siang saya datang ke stasiun televisi itu. Saya mengenakan dalaman putih dipadu sweater tipis melekat pada tubuh dan celana berpotongan pipa yang menegaskan jenjang kaki saya yang aduhai itu, yang pernah sekali waktu memesona manusia yang tak seharusnya terpesona. Saya menghampiri meja penerima tamu dan memberi tahu saya memiliki janji temu dengan Bu A.

Dengan sigap ia memencet tombol telepon. Tetapi, selang sekian detik ia menutup telepon dan malah menyapa seorang bapak yang datang dan berdiri di belakang saya. Bapak ini berpenampilan sangat resmi, yaa… sangat bapak-bapak gitu deh. Mengenakan kemeja batik lengan panjang, perut buncit, dan rambut cepak. Saya juga tak tahu apakah itu penampilan standar, atau role model-nya demikian, agar bisa disebut bapak-bapak. Nurani saya sih bilang, yaaa… gitu deh.

Oh… batik, oh… setelan hitam

Si satpam langsung menyapa, ”Bisa saya bantu, Bapak?” Dan saya yakin Anda bisa menebak cerita selanjutnya. Si Bapak dilayani dengan pelayanan ala bos dan pembantu. Sementara saya cuma diam tak bisa berkutik dengan penampilan saya yang mungkin tidak memenuhi standar untuk dilayani ala big boss. Apalagi, badan saya itu kecil kurus. Pakai baju batik pun tak akan memberi pengaruh apa-apa. Manalagi perut saya seperti teve datar. Jadi, sama sekali tak mencerminkan gambaran bapak perut buncit yang akan mendapat fasilitas lebih. Malah saya tampak seperti anak SMA.

Setelah selesai mengurus Bapak buncit, si satpam kembali kepada saya dan berkata, ”Tadi mau ketemu siapa?”

Satu minggu setelah itu saya datang ke sebuah biro iklan yang menempati gedung pencakar langit yang dipenuhi manusia dari dunia perbankan. Jadi, Anda bisa membayangkan bagaimana mereka berpakaian. Tentunya sudah mirip seragam. Karena mungkin standarnya harus demikian, supaya ada wibawa, kelihatan bisa dipercaya, lebih gagah, dan sejuta alasan lain.

Saya menunggu lift, dan setelah terbuka, saya dihadang tiga bapak yang penampilannya seperti seragam itu. Mereka tinggi-besar, berkostum setelan serba hitam, dengan tatapan mata begitu tajam siap menerkam saya, seperti ikan hiu mau menangkap ikan mujair. Mungkin mereka bingung kok ada ”anak kecil” berkeliaran di gedung seperti ini dengan dandanan yang bisa jadi buat mereka, lebih cocok untuk acara piknik.

Harus saya akui, saya sempat keder, salah tingkah di tengah tiga manusia yang tampak resmi itu. Saya sampai berkata dalam hati, bisa enggak ya liftnya bergerak lebih cepat. Saya gerah di antara sebuah lingkungan yang bukan saya. Saya seperti terdakwa, padahal mungkin mereka tak berpikir seperti saya.

Jadi, setelah melalui dua kejadian itu saya sempat berpikir, apa saya perlu operasi untuk meninggikan badan, menghaluskan muka, membuncitkan perut, membesarkan otot biseps saya, dan rambut akan saya buat pendek seperti tentara. Jadi lebih ’terisi’ dan tidak kelihatan kopong.

Saya harus memenuhi kriteria itu, saya harus melihat pada peran model untuk dunia bapak-bapak itu kalau saya mau diperlakukan seperti kejadian di gedung stasiun televisi itu.

Oh… untung, oh… tidak untung

Minggu lalu saya menjadi pembicara di sebuah rumah batik di kota Semarang. Tema yang diberikan adalah ”Big, Bold and Beautiful”. Sementara saya skinny, slim and faaarrr from beautiful.

Yang membuat saya kaget setengah mati, ketika pembawa acara membuka kegiatan hari itu dengan mengatakan (intinya saja), ”Buat Ibu-ibu yang memiliki badan yang kurang beruntung, hari ini kami menghadirkan Bapak Samuel Kepret untuk memberi tip dan trik bagaimana tampil cantik dengan badan kurang beruntung itu.”

Waktu giliran saya berbicara, saya protes sedikit. Kurang beruntung? Apa ukurannya? Apakah ukurannya langsing sehingga mereka dianggap kurang beruntung? Sama seperti paradigma putih sama dengan cantik sehingga hitam tidak cantik? Mengapa si MC sampai berpikir badan besar itu kurang beruntung? Lha wong rumah batiknya saja bisa berpikir jeli sekali melihat kondisi tubuh demikian. Mereka bisa melihat badan yang menurut majalah mode tidak layak tampil di catwalk hanya pada keadaan tertentu atau kalau dibutuhkan, bisa menjadi salah satu sumber pemasukan.

Maka, ketika ada kesempatan tanya-jawab, nyaris pertanyaan hanya berkisar cara menutup ini dan menutup itu, mengurangi ini dan mengurangi itu. Dan seseorang bertanya, ”Kalau kulit saya hitam seperti ini, warna apa yang cocok?” Saya langsung menjawab, ”Semua cocok. Dan jangan lagi Anda mengatakan diri saya hitam.”

Apa salahnya menjadi hitam? Hanya karena ada model peran yang memaksa Anda jadi putih? Sejauh Anda bahagia, sejauh itu Anda cocok dan kalau Anda bahagia, Anda mau punya badan beruntung atau kurang beruntung itu tak jadi masalah. Karena, kalau Anda bahagia dalam penampilan, maka itu akan membahagiakan orang lain sehingga berpakaian pun menjadi sebuah ibadah. Bukan acara lomba, untuk memenuhi standar role model. Bukan juga berpakaian agar orang melayani Anda, meski nurani saya berkata, ”Dilayani itu lebih endang bo dari melayani.”

Samuel Mulia Penulis mode dan gaya hidup

Kilas Parodi

Bagaimana Caranya Supaya Beruntung?

1. Jalan paling mudah, mulai sekarang berpikir dan katakan Anda manusia beruntung.

2. Jangan pernah membandingkan! Anda bukan produk, bukan merek. Anda manusia, bukan benda mati. Itu yang harus dicamkan sebelum Anda tersinggung karena orang melakukan perbedaan terhadap Anda. Sama seperti menganggap orang miskin. Mengapa? Karena standar yang dipakai materi. Padahal kalau saya miskin, hari ini makan nasi saja, kemudian dapat jatah dari atas, dari meja orang maksudnya, sebuah potongan paha ayam berikut tulisan ”Ini original”, maka saya akan senang sekali. Dan hari itu saya merasa diri saya kaya. Jadi, ”miskin” pun kaya. Pusing? Coba jadi ”miskin”, pasti tak akan pusing.

3. Saya kasihan karena melihat seseorang miskin. Padahal, yang miskin sudah terbiasa miskin. Jadi, mereka sudah bisa dan mampu mengatasi hal mengasihani diri sendiri. Bukan seperti saya yang selalu merengek menangisi diri sendiri. Kurang inilah, kurang itulah. Memang saya harusnya belajar dari mereka yang saya katakan miskin itu, padahal bisa memberi pelajaran hidup kepada saya. Betapa kaya dan beruntungnya si ”miskin” dan betapa miskinnya si kaya (yang saya maksud kaya, bukan saya loh).

4. Kalau dulu saya jadi korban mode karena saya memercayai apa yang dikatakan majalah-majalah mode, maka sekarang, kalau putih adalah ”the it color”, kalau tas ini adalah ”the it bag”, pertanyaan yang saya ajukan kepada diri sendiri adalah apakah itu harus saya turuti?

Kalau model yang ditampilkan itu harus kurus, apa harus juga saya ikuti? Kalau ada krim tua, apa yaaa… saya juga harus ikuti sehingga lupa seharusnya saya mensyukuri bisa punya kerut karena tak semua orang beruntung memiliki kerutan itu.

Sayangnya, ada pendapat, kerutan hanya membuat seorang wanita tampak menuakan! Oleh karenanya, yang dimaksud awet muda adalah kulit seperti bayi dan mengurangi atau menghilangkan kerut. Padahal awet muda, buat saya bukan berakhir dengan mengurangi atau menghilangkan kerut.

Awet muda adalah satu momen saat Anda berani menerima dengan hati berbahagia sebuah keadaan menjadi tua dan berkerut. Jadi, yang awet adalah kebahagiaannya. Itu yang memampukan membuat seseorang kelihatan muda. (Samuel Mulia)

Thursday, November 27, 2008

Graha Garuda Tiara Indonesia (GTTI)


Whew,

Singkat saja, saya baru tahu kalau ada yg namanya Graha Garuda Tiara Indonesia (GTTI). Suatu konstruksi bangunan yang kalau dilihat dari atas, menggambarkan lambang Garuda Pancasila yang berdiri kokoh ; cukup menakjubkan. Tadi siang, teman yang membaca artikel di Detik (http://www.detiknews.com/read/2008/11/27/153558/1044044/10/belasan-pencuri-onderdil-garuda-raksasa-di-cikeas-diserahkan-ke-polisi) memberikan informasi ini kepada saya. Melihat gambar di artikel tersebut sepertinya diambil dari Google Earth, saya pun mencoba mencarinya dan eh.. ketemu juga. Bagi yang ingin melihat di Google Earth, koordinatnya adalah:
  • Latitude: 6°25'4.77"S
  • Longitude: 106°57'26.68"E

Thursday, November 20, 2008

Sign up on Plurk



Today my friend invited me to join Plurk. Previously, one of my friend showed her plurk and ask me to join, but that time I feel not interesting to plurk. However, since today my friend invited me through e-mail, i decided to give it a try. When signing up, I found that plurk is a place where we can share information about our activities, per time basis. On Plurk, they define it as Social Journal.

After using it several minutes, I think I will rarely update my plurk since I don't think it will be useful to share information about my activities. Maybe for some situation plurk can be useful, for example in a software team who composed of many people and working on a large project. Each person or a division can plurk (post what they are doing) about module they are currently working on. So someone in that team might find this information useful, maybe for asking about module progress or else.

You can see my plurk on http://www.plurk.com/user/irfin

Tuesday, November 11, 2008

Taut ke "Strategi Mewujudkan Sekolah Murah di Indonesia"

Saya menemukan artikel yang menarik di blog Ilma Pratidina :

http://netsains.com/2008/10/strategi-mewujudkan-sekolah-murah-di-indonesia/

Senang juga mengetahui banyak orang yang punya kepedulian bagi kemajuan bangsa ini, dan mampu menuangkannya dalam usulan yang konkrit :)

Monday, November 10, 2008

Software Modeling Tools yang saya gunakan

Hampir 2 tahun berjalan semenjak saya dan teman mulai serius berkutat dalam software development. Sejauh ini kami berupaya menerapkan praktik-praktik software engineering yang telah kami pelajari (meski dalam penerapannya kami sesuaikan untuk setiap kasus yang dijumpai). Mumpung ada semangat untuk menulis =p kali ini saya akan berbagi informasi seputar modeling tools yang kami gunakan, baik saat pengembangan produk maupun saat mengerjakan proyek. Sampai dengan saat ini saya mengkategorikan kakas pemodelan yang saya gunakan ke dalam 2 kategori yaitu:
  • Software Architecting
  • Business Process Modeling

Untuk Software Architecting saya memakai StarUML (staruml.sourceforge.net) dan melakukan pemodelan menggunakan notasi UML. Metode yg saya gunakan dalam software development adalah Object Oriented Software Engineering (OOSE) jadi saya banyak memodelkan entity object, interface object, dan controller object. Dan syukurlah StarUML mendukung semua notasi utk objek-objek tersebut :)

Penggunaan StarUML secara intensif sebenarnya baru saya mulai sekitar 3 bulan lalu (meski sudah saya install sejak setahun yg lalu =p) sebagai pengganti Rational Rose. StarUML merupakan open source software dengan lisensi GPL (GNU Public License), mendukung spesifikasi UML versi 2.0 (StarUML™ maximizes itself to order UML 1.4 standard and meaning, and it accepts UML 2.0 notation on the basis of robust meta model), dan mendukung MDA (Truly Platform Independent Models (PIM) can be created, and Platform Specific Model (PSM) and executable codes can be automatically generated in any way). Untuk kebutuhan pemodelan static dan behavioral dengan menggunakan 9 jenis diagram UML, StarUML saya anggap sudah memadai. Untuk fitur MDA saya tidak tahu bagaimana dukungannya sebab saya belum menerapkan MDA dlm kegiatan software development.

Dibandingkan free-software lainnya seperti AgroUML, saya lebih memilih StarUML karena StarUML merupakan native-application jadi lebih cepat dieksekusi, dan saya pantau penggunaan memorinya (RAM) juga tidak besar. AgroUML saya nilai lebih lambat dan berat (penggunaan RAM tergolong besar), maklum karena dibangun menggunakan Java dan hal ini cukup mengganggu kenyamanan memrogram saya karena biasanya saya menjalankan minimal 3 buah program secara bersamaan. Area kerja (drawing area) AgroUML juga lebih sempit, kecuali mau menggunakan layar monitor yg besar :(

Netbeans juga menyediakan plug-in untuk menggambar diagram UML tetapi meski saya menggunakan Netbeans sebagai IDE utama, saya tidak memilih menggunakan plug-in tersebut karena (lagi-lagi) konsumsi RAM yang cukup besar (umumnya saat memrogram saya melihat konsumsi RAM oleh Netbeans 6.5 RC2 sebesar ~300MB). Selain itu terkadang saya hanya perlu melakukan modeling UML tanpa memrogram. Jadi seandainya kegiatan tersebut saya lakukan di Netbeans, maka untuk memulainya saja sudah harus menunggu loading time yang cukup lama.

Ke depannya saya dan teman berencana membeli Sparx Enterprise Architect untuk menggantikan StarUML. Saya sudah mencoba test-drive Enterprise Architect (EA) dan saya nilai lebih bagus dari StarUML dalam hal kelengkapan dokumentasi dan tampilan. Untuk soal code-generation, saya dapati hasil Rational Rose masih lebih tepat ketimbang StarUML maupun EA.

Untuk Business Process Modeling saya menggunakan BizAgi BPMN Process Modeler yang mendukung pemodelan menggunakan notasi BPMN (Business Process Modeling Notation). Tampilan BizAgi sangat intuitif, warna-warni diagram-nya menarik, dan simple. BizAgi juga merupakan free software (no need to buy). Sejauh ini saya belum menggunakan BizAgi secara intensif dan hanya untuk pemodelan yg tergolong simple. Sebelum menggunakan BizAgi saya menggunakan Visio dan Borland Together Architect.

Oh ya, baik StarUML maupun BizAgi hanya tersedia untuk platform Win32 (setidaknya hingga artikel ini dimuat). Untuk platform *nix, saya belum melakukan eksplorasi ^_^

Wednesday, November 05, 2008

My Review about Sang Pemimpi


Two thumbs up!!!

Jika membaca buku ini dengan sepenuh hati dan open-minded, maka byk sekali kisah2x perjuangan yg bisa dijadikan contoh. Buku ini memotivasi pembaca utk berusaha menggapai impian/cita-cita dan tidak berkeluh kesah dgn berbagai keterbatasan yg ada. Serunya lagi, ini based on true story :)


Buku ini jika dibandingkan dengan buku-buku karya Robert Kiyosaki, Tung Desem, atau buku-buku chicken soup, dan dilihat menggunakan "kacamata" keadaan di Indonesia (negara berkembang), maka buku ini lebih menggugah semangat dan motivasi untuk maju. Bukan karena buku-buku tersebut kurang bagus, tetapi kebanyakan buku-buku tersebut memberikan motivasi dlm bentuk strategi atau pandangan-pandangan terhadap suatu masalah dimana pembaca yg disasar adalah orang yang memang sudah siap utk menjalankannya (karena mereka berada dlm lingkungan yg memiliki standar kehidupan yg lebih baik dari masyarakat "kecil" Indonesia). Tapi jika yg hendak menjalankan strategi tersebut belum punya tekad baja untuk berjuang, maka penerapan strategi bisa kandas di tengah jalan. Nah di sinilah saya melihat peran buku "Sang Pemimpi", yaitu sebagai peletak motivasi dasar utk bagaimana berjuang menggapai mimpi dengan tidak menghiraukan segala keterbatasan dan keterpurukan/kemiskinan. Bahkan bila perlu menjadikan keterpurukan/kemiskinan sebagai teman dalam perjuangan. Jadi bagi yg ingin maju, baca dulu buku ini baru kemudian dilanjutkan membaca buku2x motivasi/strategi yg lebih modern.

Thursday, October 30, 2008

Sistem dan Data


1. Pendahuluan

Sistem dan data merupakan dua istilah yang sering kita dengar, terlebih lagi di dalam era informasi sekarang ini dimana komputer memiliki peranan yang penting dalam aktifitas kehidupan kita sehari-hari. Keduanya merupakan hal yang saling berkaitan. Untuk dapat lebih memahami apa yang dimaksud dengan sistem dan apa yang dimaksud dengan data, melalui tulisan ini penulis mencoba untuk menjelaskan keduanya.


2. Penjelasan sistem

Sistem secara umum dapat diartikan sebagai kumpulan komponen-komponen yang saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Masing-masing komponen tersebut memiliki fungsi tersendiri, tetapi saling berinteraksi satu sama lain sehingga melalui interaksi tersebut dapat tercapai hasil yang lebih besar, yang merupakan tujuan dari sistem tersebut. Keberadaan sistem dapat kita jumpai di sekeliling kita. Sebagai contoh, tubuh kita dapat merasakan suatu sensasi berdasarkan gejala fisik yang dialaminya misalnya, rasa sakit jika kulit kita terkena benda tajam. Rasa sakit tersebut bisa dirasakan karena adanya sistem penginderaan yang bekerja. Komponen-komponen yang bekerja dalam sistem tersebut sangat kompleks, mulai dari respon saraf-saraf pada kulit ketika terkena benda tajam kemudian diteruskan ke sistem saraf tulang belakang dan diteruskan lagi ke otak kita, dan selanjutnya otak kita menginterpretasikan adanya rasa sakit. Contoh lain dari sistem adalah kegiatan bisnis. Komponen-komponen yang terlibat dalam kegiatan bisnis meliputi pemasaran, keuangan, penjualan, personalia, dan lain sebagainya. Demikian halnya dengan mesin komputer, baik komputer yang kita gunakan sehari-hari yang dikenal dengan nama PC (Personal Computer) maupun komputer yang digunakan sebagai server atau mainframe, juga merupakan suatu sistem. Adapun komponen-komponen yang terlibat dalam sistem komputer meliputi keyboard, mouse, monitor, memori, CPU, perangkat lunak, dan perangkat-perangkat lainnya.


Di dalam sistem dikenal adanya proses. Proses dapat dikatakan sebagai kegiatan-kegiatan (aktifitas) yang terjadi di dalam sistem untuk mendukung tercapainya tujuan dari sistem tersebut. Banyaknya proses yang terjadi di dalam suatu sistem bergantung dari tingkat kompleksitas sistem tersebut. Bisa hanya terdapat satu proses atau bisa juga lebih. Beberapa proses yang melakukan aktifitas sejenis atau melakukan aktifitas yang bertujuan untuk memperoleh suatu hasil dan hasil tersebut akan digunakan kembali oleh sistem, maka proses-proses tersebut dapat dikelompokkan untuk membentuk sistem yang lebih kecil dari suatu sistem yang besar. Sistem yang kecil tersebut disebut sebagai sub-sistem. Gambar 1 berikut menggambarkan secara umum sistem dan komponen penyusunnya.


Gambar 1. Gambaran sistem secara umum


Pada Gambar 1 di atas, sistem digambarkan sebagai sebuah kotak persegi yang didalamnya terdapat komponen-komponen yang digambarkan sebagai lingkaran-lingkaran kecil. Komponen-komponen tersebut menjalankan fungsinya masing-masing dan saling berinteraksi. Apa yang dilakukan oleh komponen-komponen tersebut menjadi suatu proses yang terjadi di dalam sistem.

3. Penjelasan data

Untuk dapat lebih memahami tentang sistem maka sebelumnya kita juga perlu memahami apa yang dimaksud dengan data. Hal ini perlu dilakukan sebab data dan sistem merupakan dua hal yang saling berkaitan dan saling membutuhkan.

Kata data secara tata bahasa merupakan bentuk majemuk dari kata datum. Data dapat diartikan sebagai informasi dalam bentuk mentah, yaitu merupakan kumpulan fakta. Data jika diolah dengan suatu aturan tertentu dapat memberikan informasi yang bermanfaat. Karena pengertian data (dan juga informasi) demikian luasnya, maka sesuatu hal dapat dikatakan sebagai data atau sebagai informasi, bergantung dari pihak-pihak yang menggunakannya dan juga bergantung dari konteks penggunaannya. Sebagai contoh, dalam kegiatan jual-beli di toko sepatu, seorang pegawai mengatakan bahwa sepatu jenis A memiliki stok sebanyak lima buah. Bagi seorang konsumen yang ingin membeli sepatu jenis A, fakta yang disampaikan oleh pegawai tersebut merupakan informasi bahwa sepatu yang diinginkan masih tersedia cukup banyak. Bagi seorang manajer yang ingin menghitung tingkat pembelian sepatu, fakta yang diberikan oleh pegawai tersebut merupakan salah satu data yang diperlukan untuk mengetahui perbandingan tingkat pembelian sepatu jenis A dibandingkan sepatu jenis lainnya. Lain lagi bagi pengunjung toko yang tidak ingin membeli sepatu jenis A, fakta tersebut tidak berarti sama sekali bagi dirinya. Contoh data lainnya adalah biodata mahasiswa. Yang tersimpan dalam biodata mahasiswa adalah nama, nomor induk, alamat, tanggal lahir, dan sebagainya. Kumpulan biodata ini selanjutnya oleh sistem kemahasiswaan dapat diolah dengan aturan tertentu untuk menghasilkan suatu informasi, misalnya untuk mengetahui usia rata-rata mahasiswa ketika pertama kali mendaftar, persentase jumlah mahasiswa berdasarkan asal daerah, dan lain sebagainya.

4. Hubungan sistem dan data

Setiap sistem memiliki tujuannya masing-masing dan proses yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut pun berbeda-beda. Untuk mencapai tujuannya, sistem perlu berinteraksi dengan lingkungan luar, yaitu lingkungan yang tidak berada di dalam sistem. Lingkungan luar tersebut akan memberikan masukan (input) kepada sistem. Bagi sistem, masukan yang diberikan tersebut merupakan data yang perlu diproses agar diperoleh informasi yang diinginkan. Setelah data diterima oleh sistem, maka data akan digunakan di proses-proses dalam sistem tersebut. Hasil pemrosesan yang dilakukan akan memberikan suatu hasil/informasi/keluaran (output). Sebagai contoh, ketika kita menggunakan komputer untuk keperluan mengetik surat, komputer sebagai suatu sistem berinteraksi dengan kita untuk mendapatkan masukan berupa karakter-karakter atau perintah-perintah dan selanjutnya memproses masukan tersebut dan memberikan hasil/informasi berupa tampilan yang dapat kita lihat di layar monitor, ataupun hasil fisik berupa cetakan (print out). Perlu diketahui bahwa sumber data yang digunakan oleh sistem tidak harus selalu berasal dari lingkungan luar, akan tetapi bisa juga berasal dari dalam sistem itu sendiri. Gambaran umum hubungan sistem dan ditunjukkan pada Gambar 2 berikut:


Gambar 2. Hubungan sistem dan data


Karena sistem terdiri dari komponen-komponen yang berfungsi melakukan aktifitas tertentu, maka fungsionalitas dari tiap-tiap komponen turut mempengaruhi kinerja sistem. Apabila suatu komponen tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik, maka akan mempengaruhi komponen-komponen lain yang berinteraksi dengannya dan pada akhirnya dapat mempengaruhi output yang dihasilkan oleh sistem.

Dari penjelasan singkat di atas, kita dapat memahami secara mendasar apa yang dimaksud dengan sistem, data, dan bagaimana hubungan keduanya. Banyak sekali contoh sistem yang bisa kita temui di sekeliling kita. Hal lain yang perlu diketahui adalah, sistem ada karena dibutuhkan.


Pustaka
  1. James A. Senn, Analysis & Design of Information Systems, second edition, McGraw-Hill, 1989.

  2. Roger S. Pressman, Software Engineering A Practitioner's Approach, fifth edition, McGraw-Hill, 2001.

  3. Benhard S., Diktat perkuliahan matakuliah Manajemen Informasi, Institut Teknologi Bandung, 2003.


Tuesday, April 29, 2008

Ujian Negara, Menguji Kejujuran

Artikel ini diambil dari harian Kompas. URL asli: http://www.kompas.com/kompascetak.php/read/xml/2008/04/29/00183589/un.menguji.kejujuran


UN, Menguji Kejujuran
Selasa, 29 April 2008 00:18 WIB
Denni B Saragih

Dietrich Bonhoeffer suatu kali memberi contoh tentang seorang anak yang ditanya gurunya di depan kelas, apakah bapaknya pernah pulang dalam keadaan mabuk.

Ketika menjawab tidak pernah, si anak telah berbohong karena kenyataannya tiap hari bapaknya pulang dalam keadaan mabuk. Masalahnya, kepada siapa beban dan sanksi moral ketidakjujuran si anak harus ditanggungkan? Kepada si anakkah? Atau kepada guru yang telah menempatkannya dalam posisi tidak berdaya untuk mengatakan kejujuran?

Kejujuran adalah sesuatu yang relasional. Unsur hubungan tidak dapat dipisahkan dari apa yang disebut kejujuran dan kecurangan. Kejujuran bukan sesuatu yang statis, tetapi sesuatu yang hidup dan dinamis sesuai konteks di mana kejujuran dan kecurangan terjadi. Memisahkan konteks kehidupan dari masalah kejujuran, menjadikan kejujuran sebagai sesuatu yang kosong, tinggal tampang semata.

Dari kacamata ini, membaca kecurangan ujian nasional (UN) bisa memberi pengertian berbeda tentang kecurangan yang terjadi.

Kecurangan dalam UN bukan fenomena steril yang bisa dipisahkan dari konteks kebijakan itu dilaksanakan. Artinya, kecurangan tidak harus dibaca sebagai ekspresi dari karakter curang dan licik yang harus diberikan sanksi dan hukuman. Kecurangan bisa berarti sebuah ekspresi rasa frustrasi dari guru dan siswa karena tidak berdaya menghadapi tuntutan sebuah kebijakan.

Eksperimen kejujuran

Mendiknas dalam berbagai kesempatan menyebutkan UN sebagai ujian kejujuran bagi guru dan siswa. Pernyataan ini menarik saat dibaca dalam konteks politikus menguji kejujuran para guru. Menguji kejujuran adalah pengujian sebuah karakter. Karena itu, eksperimen kejujuran ini adalah sebuah pedang bermata dua. Penguji kejujuran menempatkan diri pada posisi yang superior secara moral dalam hal kejujuran.

Penguji berarti lebih jujur, termasuk dalam menguji sebuah kebijakan yang disebut UN. Karena itu, UN adalah sebuah ujian kejujuran bagi para pembuat kebijakan dan pengambil keputusan. Benarkah UN memiliki dampak meningkatkan mutu pendidikan sebanding dengan biaya, baik anggaran, sosial, psikologis maupun moral, yang harus dibayar?

Penangkapan 18 guru-guru di Lubuk Pakam yang sedang mengganti jawaban peserta UN adalah sebuah tragedi kejujuran. Membaca peristiwa ini semata-mata sebagai tindakan tidak bermoral yang harus dihukum dan dicela adalah sama seperti menyalahkan seorang anak yang berbohong untuk menutupi kenyataan bahwa orangtuanya adalah pemabuk.

Sebaliknya, pembuat kebijakan yang menempatkan guru-guru itu dalam posisi ”tidak berdaya” dan ”terpaksa membela” anak didiknya dengan cara-cara sungsang ini tidak sepatutnya mencuci tangan dengan memosisikan diri sebagai innocent evil.

Blunder etika dan sosial UN

UN adalah sebuah blunder etika. Menolong seorang pemabuk untuk berhenti sebagai pemabuk bukan dengan menempatkannya dalam sebuah rumah yang penuh minuman beralkohol. Membangun kejujuran dalam dunia pendidikan bukan dengan memberi tuntutan yang tidak masuk akal untuk dipenuhi guru dan siswa.

Pertanyaan yang mendegilkan diri untuk muncul setiap kali laporan kecurangan UN menunjukkan fenomena massal adalah, mengapa guru dan siswa sepakat beramai-ramai melakukan kecurangan?

Terlalu negatif bila dijawab, hal itu menunjukkan kemerosotan moral yang amat parah. Tanpa menyangkal bahwa gejala kemerosotan moral memang selalu terjadi, sulit untuk menutup mata terhadap penafsiran bahwa gejala itu menunjukkan rasa tidak percaya diri yang sedemikian besar dalam menghadapi UN.

Karena itu, kecurangan UN adalah sebuah pemberontakan secara diam-diam (silent betrayal) dari sekolah, siswa, dan guru terhadap pembuat kebijakan UN. Ketika protes terbuka bukan sebuah pilihan yang menarik dan menyiapkan diri dengan berbagai drill sekeras-kerasnya berakhir dengan frustrasi dan desperasi, kecurangan UN adalah sebuah keniscayaan.

UN memikul beban terlalu berat ketika dijadikan syarat mutlak sebuah kelulusan. Benar sekali, UN adalah sebuah kejujuran, bukan bagi guru dan siswa, tetapi bagi para pengambil keputusan dan pembuat kebijakan UN.

Denni B Saragih Dewan Pembina Komunitas Air Mata Guru

Monday, February 11, 2008

Never Ending Journey

Three years have past since my last (actually the first) post and now... still I haven't start to fill my blog with something useful. It seems that I'm too busy in my software development, too much thought, etc.

Cartoon by Scott Simmerman